Wednesday, May 1, 2013

Dongeng Tentang Batu


 

Aku tak lagi suka dongeng tentang batu, batu kadang tersinggung
Kita melebihkan cerita, mengungkap rahasia, dan melupakan mula
Bahwa batu sering berbisik
” jagalah anakku, kelak aku akan menjagamu” 
yang sebenarnya tak banyak orang boleh tahu. Juga pasir-pasir merah jambu itu sering berbisik 
“ Aku datang dengan ikhlas, kenapa kalian menghardikku”
Aku hanya suka dongeng yang ini : Tentang waktu yang lampau, waktu yang hilang
Ikan-ikan semula hijau, entah kenapa kemudian berubah ada yang berwarna hitam, merah, ada lagi yang merah menyala. Dari mulutnya selalu menyebut satu nama, dan bila setiap nama itu berulang banyak ikan hijau mati, semakin banyak esok hari ikan terkapar, menggeliat dan menepi dari kali. Tentu kali yang hitam, kali yang bau wangi. Kali yang memantulkan wajah coklat. Aku ingat tukang pancing : Bila ikan hijau mati, maka merahlah darah dan mata. Ikan itu telah reinkarnasi menjadi merah dan membakar.
Dan…..
Kita hanya bisa saling berbisik, tak berani memekik
Walau waktu berubah peluru, melesap dan menancap
: Kalian terbiasa mendengar, tak layak tahu batu

Jangan lagi mendongeng tentang batu
apalagi sang coklat pekat itu sering berteriak, mengalir dalam darah kita, mendengung di usus. kadang-kadang menjerit. Suara pekak yang bergantian datang, pergi ingin kembali
Hanya saja kita sering alpa : pesan kosong.
Pesan yang salah ditafsirkan tukang mimpi yang setia menjaga sejarah, kenapa batu itu kembali ke kota. Dan kita tak lagi mengakrabinya.

(Dipublikasikan DKJT, launching antologi Puisi Pendhapa 2011 dengan judul yang sama)
Omah gedhek 2011

No comments:

Post a Comment

Palemboko, tempat nyaman penuh pesona

Tak ada habisnya, tempat yang nyaman selalu dicari. Waktu luang, dipergunakan untuk mencari hiburan, menenangkan pikiran, kenyamanan  dan me...