Baiklah,
dunia ini kan beraneka rupa orang, manusia, dan berjenis-jenis profesi. Bolehlah saya sebut profesi yang
dekat dengan saya, mereka adalah teman-teman saya, dan mungkin hal yang sama
juga ada di lingkungan kawan semua. Ada dokter, PNS, karyawan swasta,
wiraswasta, salesman, penulis. Saya menyebut hanya beberapa saja profesi kawan
saya itu, ada seorang teman saya selain Pegawai Negeri juga seorang pedagang,
ada seorang kawan saya yang penulis juga berdagang kue. Pokoknya multiprofesi
dan kegiatan adalah semakin multi komplek perkawanan dan lingkungan.
Saya
sendiri adalah pengangguran. Sementara ini menganggu dan seolah memaksa saya
merenung adalah profesi teman saya. Jelas sebagai pengangguran 24 jam lebih
saya tanpa aktivitas, tentu selain tidur dan sunnah hidup yang lain. Bisa
dibilang saya ini contoh tanpa aktivitas produksi, namun maksimal konsumtif.
Teman
saya yang PNS harus berjibaku dengan jam
kerja. Di Jakarta waktu seolah hubu (oughh apa iki) bisa dibayangkan jika
seusai shalat subuh kudu bisa berangkat ke kantor, sampai kantor sebelum jam 7
pagi, dan lepas dari jerat macet jalanan. Lain teman saya yang bekerja di bank
syariah, berangkat kerja sebelum anak-anaknya bangun, dan pulang mendapati anaknya
sudah terlelap dalam mimpi. Teman saya yang kerja di bank ini seorang ibu, bisa
saya bayangkan bagaimana detak jantung dan kakinya.
Bisa
dibilang teman saya satunya yang dokter agak santai. Setelah pensiun dari
menjabat direktur rumah sakit maka full 24 jam berada di rumah, membuka praktik
di rumah, bersama istri dan cucu di rumah. Sesekali pasien datang berobat,
walau bisa dihitung pasien yang berkunjung, toh kami bersepakat ini masih
dinamakan rezeki. Bahwa sehat, waktu, keluarga, harta, pangkat, adalah rezeki. Trus
apa yang harus saya sampaikan jika kita menamai semua rezeki. Hendaklah bersyukur,
banyak mengingat ALLAH, menjadi hamba mulia.
Kesamaan kami sama,
menikmati liburan. Kami sering liburan bersama. Dua minggu sekali menginap di
gunung, atau melakukan perjalanan ke daerah untuk bersilaturahmi dengan
saudara, teman, atau kenalan. Kami pernah ke Makkah, Madinah, Padang, Solo,
Kediri, atau Lembang. Kami liburan bersama dan tak ada sekat bahwa kami ini
siapa, memiliki harta berapa, berpangkat apa, atau melupakan persaudaraan kami
bukanlah juga persaudaraan dunia