Friday, September 25, 2020

Hari Tani, Petani, dan Kota


Ketika tonggak pertanian dicanangkan Soekarno, Keppres No 169/1963, sebagai kenangan Undang Undang Pokok Agraria ,UU No 5/1960 Petani seolah mendapat angin Segar. Keberadaan Petani seolah menjadi mulia terhadap keberlangsungan negara. Hal ini kembali diungkapkan Soekarno ketika peletakan batu Fakultas Pertanian Universitas Indonesia yang sekarang menjadi IPB. pertama 

 

: Pidato saya ini mengenai hidup matinya bangsa kita dikemudian hari. begitu uraian tentang pangan sebagai hal pokok untuk kemajuan bangsa. 

 

Sektor pertanian memiliki andil dalam 15,46% pada PDB  Indonesia, di triwulan II -2020 tentu ini bukan teori yang didapat oleh BPS, sektor pertanian menjadi alat pacu ekonomi, walaupun sektor ini semakin hari semakin bergantian stakeholder, kepentingan seolah terpinggirkan.

 

Teringat dalam catatan, 1984 Soeharto menggebrak dengan swasembada pangan, tahun itu Indonesia diakui dunia. Terlepas Dari strategi ataupun iming iming untuk investor asing setidaknya swasembada pangan terus menjadi buah bibir pertanian dan kemajuan negeri. Dan selanjutnya kebijakan orde baru, reformasi dan pasca reformasi apakah berpihak kepada Petani?

 

Ayah saya adalah Petani, seusai shalat subuh dengan sepeda kumbang  menuju sawah, dulu tanah di Jetis, Joho, di Sukoharjo adalah tanah untuk sawah. Ada sungai untuk irigasi yang lumayan besar, tentu sebelum industri tekstil Sritex menjadi sebesar Sekarang. Ayah saya hanya Petani kasar, tanpa pekerja, bila semua dikerjakan sendiri. 

 

Dan mungkin keterbatasan saya kemudian tak mengenal hari Tani atau semacam perayaanya. Petani dalam bingkai mata saya adalah mengolah sawah, membayar iuran DharmaTirta atau membeli Pupuk berapapun harganya. Sebab ketahanan pangan keluarga lebih penting dari pada tethek bengek tentang negara.

 

Setidaknya Petani terus berupaya melestarikan ketahanan pangan keluarga, jika mereka mencari keuntungan lebih besar dan mulai berdagang itu mungkin hanya ingin beriringan dengan jaman. Maka tak heran dari beberapa group Facebook yang saya ikuti hanyalah berisi keluhan. Seabrek kebijakan, tapi tak beriring dengan kebutuhan Petani. Sebutlah tentang kartu Tani dan pupuk. Mereka ingin beli pupuk, namun pupuk ternyata langka. Mereka bisa beli pupuk, bisa subur, hasil bagus-melimpah tapi harga anjlok, rusak dan mereka hanya membuang atau membiarkan.

 

Bertani adalah naluri, untuk berekpresi dan bertahan. Di kota sudah marak dengan pertanian jaman ini. Hidroponik mungkin salah satu pilihan untuk memanfaatkan lahan dan juga menyalurkan naluri bertani.

Setidaknya, terima kasih Petani, selamat Hari Tani, semoga tetap istiqomah di jalan ini

Rempoa,  26 Sept 2020

 

No comments:

Post a Comment

Palemboko, tempat nyaman penuh pesona

Tak ada habisnya, tempat yang nyaman selalu dicari. Waktu luang, dipergunakan untuk mencari hiburan, menenangkan pikiran, kenyamanan  dan me...