Ketika tonggak pertanian dicanangkan Soekarno, Keppres No 169/1963, sebagai
kenangan Undang Undang Pokok Agraria ,UU No 5/1960 Petani seolah mendapat angin
Segar. Keberadaan Petani seolah menjadi mulia terhadap keberlangsungan negara.
Hal ini kembali diungkapkan Soekarno ketika peletakan batu Fakultas Pertanian
Universitas Indonesia yang sekarang menjadi IPB. pertama
: Pidato saya ini mengenai hidup matinya bangsa
kita dikemudian hari. begitu uraian tentang pangan sebagai hal pokok untuk
kemajuan bangsa.
Sektor pertanian memiliki andil dalam 15,46%
pada PDB Indonesia, di triwulan II -2020 tentu ini bukan teori yang
didapat oleh BPS, sektor pertanian menjadi alat pacu ekonomi, walaupun sektor
ini semakin hari semakin bergantian stakeholder, kepentingan seolah
terpinggirkan.
Teringat dalam catatan, 1984 Soeharto menggebrak
dengan swasembada pangan, tahun itu Indonesia diakui dunia. Terlepas Dari
strategi ataupun iming iming untuk investor asing setidaknya swasembada pangan
terus menjadi buah bibir pertanian dan kemajuan negeri. Dan selanjutnya
kebijakan orde baru, reformasi dan pasca reformasi apakah berpihak kepada
Petani?
Ayah saya adalah Petani, seusai shalat subuh
dengan sepeda kumbang menuju sawah, dulu tanah di Jetis, Joho, di
Sukoharjo adalah tanah untuk sawah. Ada sungai untuk irigasi yang lumayan
besar, tentu sebelum industri tekstil Sritex menjadi sebesar Sekarang. Ayah
saya hanya Petani kasar, tanpa pekerja, bila semua dikerjakan sendiri.
Dan mungkin keterbatasan saya kemudian tak mengenal
hari Tani atau semacam perayaanya. Petani dalam bingkai mata saya adalah
mengolah sawah, membayar iuran DharmaTirta atau membeli Pupuk berapapun
harganya. Sebab ketahanan pangan keluarga lebih penting dari pada tethek bengek
tentang negara.
Setidaknya Petani terus berupaya melestarikan
ketahanan pangan keluarga, jika mereka mencari keuntungan lebih besar dan mulai
berdagang itu mungkin hanya ingin beriringan dengan jaman. Maka tak heran dari
beberapa group Facebook yang saya ikuti hanyalah berisi keluhan. Seabrek
kebijakan, tapi tak beriring dengan kebutuhan Petani. Sebutlah tentang kartu
Tani dan pupuk. Mereka ingin beli pupuk, namun pupuk ternyata langka. Mereka
bisa beli pupuk, bisa subur, hasil bagus-melimpah tapi harga anjlok, rusak dan
mereka hanya membuang atau membiarkan.
Bertani adalah naluri, untuk berekpresi dan
bertahan. Di kota sudah marak dengan pertanian jaman ini. Hidroponik mungkin
salah satu pilihan untuk memanfaatkan lahan dan juga menyalurkan naluri
bertani.
Setidaknya, terima kasih Petani, selamat Hari
Tani, semoga tetap istiqomah di jalan ini
Rempoa, 26 Sept 2020
No comments:
Post a Comment