Wednesday, June 5, 2019

LEBIH BAIK LEBARAN DI KOTA ORANG DARIPADA HUJAN BATU DI DESA SENDIRI




Apakah takbir yang sudah dilantangkan dari semalam adalah serupa peluru untuk mengusik sebuah pendirian. Mudik atau tetap tinggal. Mudik konon dalam sebuah dongeng yang hampir milenial adalah sebuah gerakan untuk pulang kembali ke desa. Pulang tetaplah pulang dan kembali adalah sebuah kata kerja yang bisa berdiri sendiri, apakah mereka pulang atau kembali itu adalah hak mereka. Mereka mungkin sedang menjalani niat sebagai manusia yang modern. Yang setia merawat masa lalu dan tetap membawa masa yang kini.  Dan saya tetap tak mudik, masih tinggal di kota orang, dan yang mungkin kelak menjadi  kotaku.
Pulang tetaplah ke rumah, rumah dalam artian sebuah tempat yang telah merawat masa kecil, menumbuhkan pikiran kecil dan telah menumbuhkan mereka menjadi pikiran besar. Pikiran kecil tetaplah harus dijaga, maka mereka akan pulang menjemputnya. Bisa jadi pikiran kecil itu lebih baik dipilih daraipada tetap selalu berpikiran besar. Maka mereka kembali,  membutuhkan orang-orang yang telah berjasa menumbuh dan merawat pikiran kecil, untuk merasai betapa dalam pikiran yang besar mereka tetap mencoba hadir.
Pagi sekali, ketika ayah Mistam sudah bersiap ke lapangan untuk sholat ied, sayapun tegap bersiap. Lelaki yang sudah 96 tahun merasai dunia memang sering berangkat sholat bareng saya jika saya tak mudik. Ayah, saya memanggilnya kelahiran Makasar yang masih memiliki ketajaman berpikir dan ingatan itu  harus memakai tongkat untuk menuntun langkah. Saya kemudian merenung, mungkin saja yang mudik juga sepikiran dengan saya, menuntun orang tua mereka yang telah menua menuju lapangan. Mengantar orang tua yang telah berjasa dengan mobil atau motor yang pada hari ied pasti akan terlihat sebagai sebuah pawai. Saya teringat tahun lalu ketika mudik, ke alun alun Sukoharjo yang dari rumah sekita 1,5 kilometer saya seperti sedang berjalan kaki sendiri. Tetangga dan beberapa teman yang kebetulan memiliki kendaraan tetaplah santai melaju, sendirian dan tak membawa orang tua mereka.
Kesucian jiwa dan hati yang telah disepuh dengan ketakwaan selama sebulan semoga menjadikan kita sebagai manusia yang beradab. Adab tetaplah lebih di atas segalanya. Bolehlah engkau memiliki ilmu yang luas, pangkat yang tinggi, adab tetaplah menjadi dinomorsatukan.

Kadang saya sendiri bingung mau nulis apa, tetapi ini pelajaran menulis saya yang kedua....
1 syawal 1440 H, CHANDRA BARU


No comments:

Post a Comment

Palemboko, tempat nyaman penuh pesona

Tak ada habisnya, tempat yang nyaman selalu dicari. Waktu luang, dipergunakan untuk mencari hiburan, menenangkan pikiran, kenyamanan  dan me...