Heran dan memang geli saja
melihat iklan seseorang yang mencalonkan diri menjadi presiden, atau setidaknya
caleg. Bukan sebab kalimat mereka yang nyeleneh bin ajaib lalu membuat saya
serasa ngeh melihatnya. Hanya ndongkol, ndongkol saja yang banyak. Kok ini aneh
seseorang yang memasang photo di sembarang tempat. Photo itu belakangan hari
dicetak dengan MMT, tahu kan media jenis ini, dan dengan mudahnya kita
menemukan di mana saja tempatya. Tak terkecuali di wc umum dan tempat sampah.
Apa yang dirasakan orang itu wajahnya ada di mana tempat, kayak teroris, trus
dilihat banyak orang—yang sebenarnya orang itu tak mau mengenalnya.
Lalu saya membayangkan,
berandai-andai jika yang dipajang, ditempel di banyak tempat itu wajah saya
yang katrok dan ndesa ini, apakah saya akan memiringkan muka melihat gambar
sendiri seolah bercermin. Ah, kenapa saya sedikit melow dengan kondisi ini.
Melow itu kan sedih, gusar, dan ngelus dada. Ada saja orang “menjual diri”.
Ataukah mereka merasa paling
tampan, cantik, kaya, pinter, atau seolah mereka adalah manusia ciptaan yang
diberi segalanya dan menjadi sombong. Gambar itu gambar mati, kata simbah saya
dulu. Gambar bisa dibikin oleh semua orang. Pun kalimat bisa dirangkai oleh
semua orang, namun perbuatan bisa dinilai tidak oleh sembarang orang. Boleh
saja orang memujinya, tetapi mungkin saja ada udang dibalik batu. Seperti
rempeyek yang nikmat dikudap untuk waktu yang lama. Bukankah memang seperti ini
persoalan selama ini. Orang bersimpati, sebab sealam ini ada yang diharapkan
dari seseorang itu.
Ah, menjadi golput kok ngurusin
para calon yang katane paham demokrasi itu. Menjadi manusia netral seperti saya
lebih banyak sakit hati dengan ucapan caleg, calon presiden, tokoh parpol, atau
orang yang merendahkan golongan lain. Menjadi manusia netral seperti saya
memang hanya berani ngomong kasar di blog seperti ini.
sumber gambar: http://www.tempo.co/read/news/2013/12/12/058536674/Pelajar-Caleg-Bengkulu-Tidak-Berkualitas
Omah gedheg, 12122013
No comments:
Post a Comment